ASAL USUL

Oleh: Suhardin Deo
Di tanah Bima yang subur, terbentang kisah nan indah, yang bermula dari sebuah bukit kecil di Desa Soro, Kecamatan Lambu. Dahulu kala, bukit itu hanyalah hamparan tanah kosong, tempat kawanan kuda Bima merumput dengan bebas. Namun, di baliknya, tersimpan sebuah cerita yang mendalam, tentang seorang raja yang bijaksana dan payung raksasa.
Cerita ini berpusat pada Ama Ka'u, Raja Bima yang begitu disegani. Beliau dikenal bukan hanya karena kekuasaannya, melainkan juga karena kearifan dan perhatiannya yang besar terhadap rakyat dan negerinya. Salah satu bentuk kepeduliannya adalah mengawasi langsung peternakan kuda Bima, yang menjadi kebanggaan kerajaan.
Pada suatu hari, Ama Ka'u melakukan perjalanan inspeksi ke wilayah Desa Soro. Siang itu, matahari bersinar begitu terik, seakan membakar kulit. Sang raja dan pengiringnya merasa lelah dan butuh tempat untuk beristirahat. Namun, di hamparan bukit itu, tak ada satu pun pohon rindang yang bisa dijadikan tempat bernaung.
Melihat kondisi itu, dengan kekuatan dan kesaktian yang dimilikinya, Ama Ka'u menancapkan payung raksasa miliknya tepat di puncak bukit. Payung itu bukan payung biasa, melainkan sebuah payung yang begitu besar, hingga mampu menaungi seluruh rombongan dari panasnya mentari. Saat payung itu tertancap, seolah-olah ia menjadi tiang langit, memberikan kesejukan dan keteduhan.
Sejak saat itu, tempat tersebut dikenal dengan nama Panta Paju, yang dalam bahasa Bima berarti "Tancap Payung". Nama ini diabadikan sebagai pengingat akan kebaikan hati dan kebijaksanaan Raja Ama Ka'u.
Seiring berjalannya waktu, Panta Paju tidak lagi menjadi tempat istirahat raja. Lokasi ini kini telah berkembang menjadi bagian dari peradaban modern. Jalan raya dibangun di sana, menghubungkan banyak tempat dan membuka akses ke keindahan alam Bima yang tersembunyi.
Saat ini, Panta Paju menjadi pintu gerbang menuju salah satu destinasi wisata paling memukau, yaitu Pantai Lariti. Pantai ini lebih dikenal dengan julukan "Laut Terbelah", karena keunikannya saat air surut, di mana hamparan pasir putih terbentang membelah lautan, membentuk jembatan alami menuju sebuah pulau kecil di seberangnya. Warga Soro menamainya Nisa Ama Sali atau pulau tempat tinggalnya seorang kakek yang bernama Hamsin alias Ama Sali atau Ompu la An.
Meskipun Panta Paju telah berubah rupa, dari bukit kosong menjadi jalan raya, kisah Raja Ama Ka'u dan payung raksasanya tetap hidup di hati masyarakat. Cerita ini menjadi warisan tak benda, yang mengajarkan kita tentang sejarah, rasa hormat terhadap leluhur, dan bagaimana sebuah tindakan kecil yang tulus dapat menciptakan sebuah nama abadi.
Jadi, ketika kamu melintasi jalan di Panta Paju, ingatlah bahwa di bawah aspal yang kamu pijak, terukir kisah tentang seorang raja bijaksana yang menancapkan payungnya untuk memberikan keteduhan, dan kini, tempat itu terus memberikan manfaat bagi banyak orang, baik untuk istirahat, maupun untuk memulai sebuah petualangan indah.